Banda Aceh, TP – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) resmi mengesahkan draf revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna yang digelar di Gedung Utama DPRA, Banda Aceh, Rabu (21/5/2025), dan selanjutnya akan diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk dibahas lebih lanjut.
Ketua DPRA, Zulfadli, dalam pernyataannya usai sidang menjelaskan bahwa penyusunan draf tersebut melibatkan berbagai pihak, termasuk perwakilan Pemerintah Aceh. Kolaborasi lintas lembaga ini juga mencakup penyusunan naskah akademik sebagai dasar pertimbangan revisi.
“Seluruh proses telah kami jalankan secara partisipatif dengan melibatkan unsur akademisi, praktisi, dan guru besar. Dukungan penuh juga datang dari partai politik lokal maupun nasional yang memiliki perwakilan di DPRA,” kata Zulfadli.
Revisi UUPA ini telah tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2024–2029, sebagaimana disepakati oleh Badan Legislasi DPR RI bersama Panitia Perancang Undang-Undang DPD RI.
Pengesahan draf ini juga dilaksanakan sesuai amanat Pasal 269 ayat (3) UUPA yang mengatur bahwa setiap rencana perubahan undang-undang harus melalui konsultasi dan pertimbangan dari DPR Aceh.
Ketua Tim Revisi UUPA DPRA, Tgk Anwar Ramli, dalam laporannya menyampaikan bahwa draf tersebut memuat sembilan perubahan substansial, yang terdiri dari delapan pasal yang direvisi dan satu pasal baru yang disisipkan.
Ruang Lingkup Perubahan
Perubahan menyasar sejumlah aspek strategis. Pasal 7 misalnya, mempertegas pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh agar tidak menimbulkan multitafsir. Sementara Pasal 11 menyangkut norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) agar tidak menghambat pelaksanaan kewenangan Aceh.
Pasal-pasal lainnya yang turut direvisi meliputi:
-
Pasal 160: Pengelolaan minyak, gas bumi, dan sumber daya alam lainnya, termasuk karbon dan pengaturan aset.
-
Pasal 165: Kewenangan Aceh di bidang perdagangan, pariwisata, dan investasi dalam kerangka kerja sama dengan pemerintah pusat.
-
Pasal 183: Pengelolaan fiskal dan dana otonomi khusus (Otsus).
-
Pasal 192: Pengaturan kedudukan zakat dalam sistem keuangan daerah.
-
Pasal 235: Evaluasi terhadap Qanun Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) serta qanun lainnya.
-
Pasal 270: Penafsiran hierarki peraturan perundang-undangan, termasuk hubungan antara qanun, NSPK, dan peraturan pemerintah.
Adapun pasal baru yang disisipkan adalah Pasal 251A, yang mengatur tentang sumber penerimaan daerah dari sektor pajak dan non-pajak untuk mendukung pelaksanaan kekhususan Aceh.
Anwar Ramli menegaskan pentingnya pengawalan proses legislasi revisi ini di tingkat nasional agar hasilnya benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat Aceh.
“Proses ini merupakan tanggung jawab bersama. Keterlibatan seluruh pemangku kepentingan sangat penting agar revisi UUPA berjalan sesuai harapan rakyat Aceh,” tegasnya.